Rabu, 28 Desember 2011

PENEBANGAN LIAR


 Hutan Indonesia merupakan salah satu pusat keanekaragaman hayati di dunia. Namun dalam kenyataannya pemanfaatan hutan alam yang telah berlangsung sejak awal 1970-an ternyata memberikan gambaran yang kurang menggembirakan untuk masa depan dunia kehutanan Indonesia. Bahkan penebangan liar telah mencapai jantung-jantung kawasan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi. Hal ini menunjukkan betapa parah dan meningkatnya situasi penebangan liar.

Penebangan liar juga menyebabkan berbagai dampak negatif dalam berbagai aspek, sumber daya hutan yang sudah hancur selama masa orde baru, kian menjadi rusak akibat maraknya penebangan liar dalam jumlah yang sangat besar. Kerugian akibat penebangan liar memiliki dimensi yang luas tidak saja terhadap masalah ekonomi, tetapi juga terhadap masalah sosial, budaya, politik dan lingkungan. Dari segi ekonomi kegiatan illegal logging telah mengurangi penerimaan devisa negara dan pendapatan negara. Dari segi sosial budaya dapat dilihat munculnya sikap kurang bertanggung jawab yang dikarenakan adanya perubahan nilai dimana masyarakat pada umumnya sulit untuk membedakan antara yang benar dan salah serta antara baik dan buruk. Kerugian dari segi lingkungan yang paling utama adalah hilangnya sejumlah tertentu pohon sehingga tidak terjaminnya keberadaan hutan yang berakibat pada rusaknya lingkungan, berubahnya iklim mikro, menurunnya produktivitas lahan, erosi dan banjir serta hilangnya keanekaragaman hayati. Kerusakan habitat dan terfragmentasinya hutan dapat menyebabkan kepunahan suatu spesies termasuk fauna langka

Dampak yang paling umum dari penebangan liar adalah terjadinya bencana alam, misalnya kebanjiran, longsor dan kekeringan. Kekeringan ini terjadi karena pepohonan yang seharusnya berfungsi menahan dan menyimpan air hujan tidak akan berfungsi sebangaimana mestinya karena air hujan akan langsung mengalir ke laut dan cadangan air dalam tanah akan berkurang. Tentu saja hal ini akan menjadi masalah besar dan saling berkaitan satu sama lain di berbagai aspek kehidupan apabila hal ini berlangsung secara terus menerus dan tidak di sertai dengan penanganan serius.

KORUPSI



Pada dasarnya korupsi terjadi disebabkan oleh adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman. Tentu saja hal ini sangat merugikan, merusak struktur pemerintahan, menghambat jalannya pemerintahan dan pembangunan pada umumnya. Selain itu korupsi juga memperlambat tercapainya tujuan nasional seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Dalam prakteknya, korupsi sangat sukar bahkan hampir tidak mungkin dapat diberantas, disamping itu sangat sulit untuk mendeteksi dengan dasar-dasar hukum yang ada. Namun akses perbuatan korupsi merupakan bahaya yang harus diwaspadai baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat itu sendiri demi tercapainya tujuan nasional.

Sebab-sebab korupsi diantaranya dikarenakan oleh anggapan bahwa gaji yang dimilikinya masih terlalu kecil. Selain itu dikarenakan oleh sikap mental dan moral yang tidak baik, sehingga muncul keinginan untuk mendapatkan keuntungan pribadi dengan cara memanfaatkan suatu kewenangan yang dimilikinya. Tentu saja hal ini akan berakibat pada pemborosan sumber-sumber, bahkan hilangnya dana secara tidak jelas.

Penanggulangan korupsi adalah sebagai berikut :

A. Preventif.

  1. Membangun dan menyebarkan etos pejabat dan pegawai baik di instansi pemerintah maupun swasta tentang pemisahan yang jelas dan tajam antara milik pribadi dan milik perusahaan atau milik negara. 
  2. Mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji) bagi pejabat dan pegawai negeri sesuai dengan kemajuan ekonomi dan kemajuan swasta, agar pejabat dan pegawai saling menegakan wibawa dan integritas jabatannya dan tidak terbawa oleh godaan dan kesempatan yang diberikan oleh wewenangnya. 
  3. Menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap jabatan dan pekerjaan. Kebijakan pejabat dan pegawai bukanlah bahwa mereka kaya dan melimpah, akan tetapi mereka terhormat karena jasa pelayanannya kepada masyarakat dan negara. 
  4. Bahwa teladan dan pelaku pimpinan dan atasan lebih efektif dalam memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan. 
  5. Menumbuhkan pemahaman dan kebudayaan politik yang terbuka untuk kontrol, koreksi dan peringatan, sebab wewenang dan kekuasaan itu cenderung disalahgunakan. 
  6. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana menumbuhkan “sense of belongingness” dikalangan pejabat dan pegawai, sehingga mereka merasa peruasahaan tersebut adalah milik sendiri dan tidak perlu korupsi, dan selalu berusaha berbuat yang terbaik.

B. Represif.

1. Perlu penayangan wajah koruptor di televisi.
2. Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan pejabat.